Setiap dunia usaha memiliki suatu permasalahan yang harus selalu dihadapi, dibidang apapun pengusaha tersebut terjun. Justru dari berbagai tantangan permasalahan tersebut setiap pengusaha akan belajar bagaimana menyelesaikan permasalahan tersebut.
Suatu posisi yang naik turun mungkin sudah biasa bagi setiap pengusaha. Hal ini jugalah yang pernah dirasakan oleh duo pengusaha yaitu Kharisma Gandhi ( 28 ) dan yakub Raditya Bahri ( 27 ), dua sahabat karib ini adalah pengusaha kedai ramen yang berlokasi di Bandung Jawa Barat. Produk masakan ramen dari duo pengusaha ini memiliki keunikan, yaitu mempunyai tingkat kepedasan yang bervariasi, dan bahkan tingkatan kepedasannya mencapai lebih dari 100 leveldan disebut dengan ramen pembakar lidah.
Dua orang pengusaha ini memulai membuka kedai ramen ini pada tanggal 12 Juli 2010. Mulanya usaha ini berawal dari Radit yang bermain ke ruman Gandhi. Pada suatu ketika mereka berdua merasa lapar dan ingin menyantap makanan, akan tetapi pada saat itu hujan begitu lebat dan dingin , mereka berdua pun malas untuk keluar. Radit pun memberi ide untuk memasak dirumah saja, karena Radit tahu kalau Gandhi juga hobi masak.
Gandhi pun menyetujuinya. Awalnya Gandhi hanya ingin memasak mie instan yang lebih praktis dan mudah, akan tetapi mereka beranggapan kalau menu tersebut terlalu biasa merekapun mencoba memikirkan ide masakan lain.
Gandhi pun terpikirkan untuk membuat masakan ramen mengingat dia masih memiliki stok bahan pembuat ramen dirumahnya, Radit pun menyetujuinya. Segera Gandhi pun membuat masakan ramen dan beberapa waktu kemudian ramen pun siap dan dihidangkan, mereka berduapun menyantap ramen tersebut dengan lahap dan menghabiskannya.
Radit pun memuji masakan Gandhi dan menurutnya masakan Gandhi ini lezat dan layak untuk dijual direstoran"Enak ramennya. Mengapa nggak sekalian kamu jualan ramen saja?” komentar Radit seperti dikutip dari myoyeah, Selasa (17/2/2015)
Pada mulanya Gandhi hanya menganggap ucapan tersebut sebagai guyonan, tapi Radit menyatakan bahwa ucapannya tersebut serius.
Gandhi pun memikirkan serius ide tersebut. setelan ngobrol dan berdiskusi akhirnya mereka berdua pun sepakat untuk patungan dan membuka usaha kedai ramen, yang kemudian kedai ramen tersebut mereka beri nama Kumaramen.
Ketika awal menjalankan usaha merekapun langsung mendapat cobaan, ketika suatu ketika kedai beserta peralatan masak yang mereka parkir dipinggir jalan tak jauh dari rumah Gandhi diangkut oleh polisi pamong praja kota Bandung.
“Waktu itu sempat down juga. Usaha baru mulai sudah dapat cobaan seperti ini. Tapi tidak kepikiran untuk berhenti dari usaha ini sih. Sebab, orangtua selalu bilang kalau ada masalah harus dihadapi. Tidak boleh menyerah dan tidak boleh kabur dari masalah. Lebih baik gagal mencoba daripada hidup tapi tak pernah mencoba. Itu pelajaran dari orang tua yang saya pegang,” kata Gandhi.
Perlahan mereka mulai bangkit dan kembali membangun bisnis tersebut. Mereka membeli kembali gerobak serta berbagai peralatan memasak, dan memindahkan lokasi berjualannya di halaman depan rumah orang tua Gandhi
Perlahan demi perlahan usaha kedai ramen merekapun mulai ramai. sebagai strategi promosi merekapun mencoba ide yang unik yaitu dengan membuat sebuah kompetisi dimana bagi pembeli yang dapat menghabiskan ramen pada level kepedasan tertentu, pelanggan tersebut tidak usah membayar.
Ide tersebut ternyata sangat berhasil dimana banyak orang yang penasaran dan datang untuk mencoba tantangan tersebut. Ada beberapa pelanggan yang berhasil dengan tantangan tersebut, yaitu diatas level 100 tapi banyak juga yang gagal.
Banyak pelanggannya yang mencoba mencicipi ramen dengan tingkat level kepedasan diatas 100, merekapun merasakan lidah mereka seperti terbakar, hal ini justru menjadi kunci sukses untuk menarik lebih banyak pembeli.
Saat ini Kumaramen sudah mempunyai 2 kedai yaitu di daerah Cimanuk dan Cipaganti. Mereka tidak mengatakan berapa omzet per bulan untuk kedua gerai tersebut. Tapi untuk gerai Cimanuk menjual sekitar 50 mangkuk per hari, sedangkan Cipaganti 30 mangkuk angka pembelian berkisar Rp 25 ribu-Rp 30 ribu per pelanggan.
Mendekati tahun kelima ini, bisnis Kumaramen relatif stabil, meskipun masih ada beberapa kendala.
Menurut Gandhi, mempertahankan sumber daya manusia adalah kendala pertama. Karyawan kadang masuk dan keluar yang membuat dirinya harus sabar memberi pelatihan kepada karyawan baru agar standar sistem bisa dijalankan dengan baik
Kendala kedua adalah masalah harga bahan untuk ramen mereka. Beberapa bahan ramen Kumaramen masih didatangkan dari Jepang, agar rasanya mendekati rasa ramen di Jepang. Naiknya beberapa bahan ramen yang mereka gunakan berpengaruh terhadap pengeluaran dan pemasukan mereka. Dua kendala ini yang kadang menggangu bisnis dari Kumaramen.
Meski ada kendala yang menghadang, tapi Gandhi dan Radit tak ingin menyerah. Saat mulai usaha pun mereka sudah mendapat cobaan yang cukup berat dan bisa melaluinya. Mereka pun yakin bahwa kendala yang lain bakal bisa mereka lewati.
Sumber artikel : www.detik.com